Sunday, October 26, 2014

4 Tahun Lagi: Seperti Matahari Terbit (1)

Bahagia, entah kalimat apalagi yang bisa menggambarkan perasaan Bunda saat itu. Bunda dinyatakan hamil. Bunda jadi ingat waktu itu, Ayahmu sampai memilih cuti dari pekerjaannya hanya untuk bisa fokus merawat Bunda dan Kamu yang waktu itu masih dalam kandungan. Sebelumnya Bunda sudah pernah mengandung dua kali, tapi semuanya gagal. Bunda keguguran. Mungkin hal itu juga yang membuat Ayahmu kala itu ingin benar-benar menjaga Bunda dan tidak ingin kehilangan calon buah hatinya lagi. Ayahmu senantiasa mengawasi dan merawat Bunda 24 jam penuh, menyuruh makan ini dan itu, katanya supaya asupan nutrisinya bagus dan bisa melahirkan anak yang sehat. Bunda juga dilarang terlalu banyak melakukan aktivitas yang berat seperti; bersih-bersih rumah, nyuci piring, nyuci pakaian, dan banyak lagi. Jadinya waktu usia kandungan Bunda sudah mencapai 3 bulan, Ayahmu yang membereskan semua pekerjaan rumah. Rasanya beruntung sekali Bundamu ini dipertemukan oleh Allah dengan laki-laki yang bertanggung jawab seperti Ayahmu.

Ayahmu sendiri adalah seorang pegawai biasa di sebuah kantor penerbitan dan percetakan buku yang ada di Surabaya, Ayahmu sendiri juga memiliki perilaku yang sangat nyeleneh. Pernah suatu waktu ketika Ayahmu menghadiri sebuah perayaan sedekah bumi ketika masih di desa, warga setempat biasa membawa banyak makanan dan mengumpulkannya di sebuah pohon untuk dijadikan sebagai ucapan rasa syukur ke Yang Maha Kuasa atas keberhasilan panen tahun ini. Lalu Ayahmu dengan santainya maju kearah sesajen tersebut, mengambil beberapa makanan dan memasukannya kedalam kantong kresek. Ayahmu menarik perhatian seluruh warga yang hadir hingga seorang sesepuh menegur Ayahmu:

“Zrul, lha kenapa semua makanannya itu kamu ambil semua? Itu buat persembahan untuk Yang Maha Kuasa, kamu jangan main-main”
Lalu Ayahmu menimpalinya dengan enteng:

“Ini Pak, Aku baru saja di SMS Yang Maha Kuasa, katanya dia lagi gak laper, makannya aku disuruh ambil saja semua makanannya untuk dibawa pulang”

“Heh… jangan main-main kamu ya, Zrul. Kamu jangan mengganggu ritual yang sudah kita lakukan turun-temurun, atau desa kita akan mendapat bencana gagal panen tahun depan!!!”

“Tapi beneran kok, Pak. Di surga stok makanannya lagi banyak, di surga juga ada loh yang namanya Telaga Kautsar yang apabila airnya diminum barang seteguk saja, maka yang meminum tidak akan merasa kehausan selamanya. Tuhan juga lagi gak laper jadi buat apa dikasih makanan, padahal di sekitar kita, warga di daerah sini banyak yang untuk makan saja masih kesusahan, alangkah lebih baik kalau makanannya dikasih ke warga yang lebih membutuhkan”

“Kriiiingg….” Lalu tiba-tiba ponsel Ayahmu berbunyi.

“Tuhan SMS apalagi ke kamu, Zrul?”

“Nomer anda  sebentar lagi akan memasuki masa tenggang, silahkan isi ulang pulsa anda”

“Hahahaha….. “  Semua wargapun reflek tertawa bersama-sama termasuk Bunda yang waktu itu duduk di depan balai desa. Akhirnya warga memutuskan untuk mengumpulkan makanan itu semua dan memakannya bersama-sama di Balai Desa.

Ayahmu aneh sekali ya, Nak. Maka jika kelak kamu mempunyai sifat yang aneh juga, itu adalah hasil dari turunan sifat dari Ayahmu. Tapi yang jelas, Bunda sangat berharap kamu dapat mengambil pelajaran dari Ayahmu, bahwa memberi nasehat kepada orang lain itu harus dengan cara yang  baik, memberi nasehat tidak bisa dengan amarah apalagi kesombongan yang meluap-luap seakan pemberi nasehat lah yang tahu segala kebenaran yang ada di muka bumi ini. Kamu harus bisa menyentuh hatinya, baru bisa memberikan kebaikan untuknya. Dan sebaik-baiknya memberi nasehat adalah dengan kamu melakukan apa yang kamu nasehatkan.

  ***
Kandungan Bunda tak terasa sudah berusia 5 bulan. Ayahmu makin protektif saja menjaga Bunda. Segala macam hal diperhatikan, sampai ketika Bunda dianggap salah posisi dudukpun Ayahmu langsung memarahi Bunda. Nampaknya Ayahmu masih sangat trauma dengan keguguran Bunda satu tahun yang lalu,  waktu itu Bunda sedang mencuci pakaian di dekat sumur saat usia kandungan Bunda mencapai 7 bulan. Bunda yang berniat mengambil air di sumur untuk mencucipun terpeleset dan jatuh, Bundapun mengalami pendarahan yang cukup hebat, beruntung seorang tetangga dengan tanggap menolong Bunda dan membawa ke puskesmas terdekat karena pada saat itu Ayahmu masih belum pulang dari bekerja. Sayang sekali calon kakakmu gagal terselamatkan, Ayah yang baru saja pulang dari bekerjapun langsung menyusul Bunda di puskesmas. Ayahmu menghabiskan sepanjang waktu di puskesmas dengan menyalahkan dirinya sendiri.

“Andai aja aku ngambil cuti, pasti aku bisa lebih menjaga Kamu dan Anak kita”

“Yah, yang namanya takdir Allah siapa yang bisa menebak? Siapa juga yang bisa mengintervensi segala takdir yang telah ditetapkan-Nya? Yang bisa kita lakukan sebagai hamba hanyalah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan kita, dan untuk yang diluar kemampuan kita, kita hanya bisa menyerahkan semuanya pada-Nya.” Bunda menghela nafas sejenak lalu meneruskan kalimat Bunda

”…Dan bagi Bunda, Ayah sudah berusaha semaksimal mungkin menjadi Suami dan calon Ayah yang baik, Bunda yakin kalau kelak buah hati kita benar-benar lahir ke muka bumi, maka akan sangat bangga memiliki Ayah seperti Ayah”

Setelah Bunda sudah agak baikan, Bunda diperbolehkan meninggalkan puskesmas. Ayahmu seketika langsung mengajak Bunda pergi berwisata sejenak.

“Ayo kita jalan-jalan bentar, Bunda”

“Hah, baru aja  Bunda baikan masa udah diajak kelayapan? yang bener aja, Ayah!!!”

“Udah gak apa-apa, bentar aja kok, Bunda.”

Akhirnya Ayahmu membonceng Bunda dengan sepeda motornya untuk berjalan-jalan. Langit sudah mulai berwarna jingga dan matahari sudah bersiap kembali ke tempat persembunyiannya. Akhirnya Ayahmu berhenti di daerah wisata Pantai Kenjeran, gak sampai masuk di dalemnya sih, tapi cuma di pinggirannya aja. Ayahmu mengajak Bunda makan di warung makan Lontong Kupang yang ada di pinggiran jalan. Mungkin di jaman Bunda dulu masih banyak pedagang yang berjualan di pinggir jalan, tapi mungkin kamu sudah tidak akan menemuinya lagi sekarang karena di daerah sana sudah mengalami penertiban. Tempat warungnya sendiri sangat strategis, bisa melihat sunset dan hamparan laut yang luas, sayang waktu itu belum dibangun Jembatan Suramadu, karena kalau udah dibangun pasti pemandangannya lebih bagus lagi.

Ayahmu sendiri hanya memesan sepiring Lontong Kupang dengan Es Degan hanya segelas, kalau kamu berpikir Ayahmu romantis kamu salah besar. Ayahmu hanya memesan sepiring Lontong Kupang dan segelas Es Degan untuk dinikmati berdua adalah karena uang Ayahmu habis buat bayar Bunda berobat di puskesmas tadi.

“Bunda, coba deh lihat pemandangan matahari tenggelam itu? Indah gak?”

“Iya Yah, pemandangannya indah apalagi melihatnya dari pantai kayak gini”

“Ayah jadi berpikir, ketika mataharinya berada tepat diatas kita, berdiri gagah diatas langit, tidak ada yang berani melihatnya, namun ketika Matahari itu tenggelam, orang begitu berlomba-lomba untuk melihat keindahannya.”

“Terus kenapa, Yah?”

“Gak apa-apa, Ayah cuma ingin berbuat baik sebanyak-banyaknya agar ketika Ayah nanti benar-benar tenggelam seperti matahari itu, ada yang mengingat Ayah sebagai sebuah sesuatu keindahan sehingga Ayah akan mendapat banyak pahala karenanya. Lalu ketika kelak anak kita benar-benar lahir ke dunia. Ayah ingin dia seperti matahari terbit, dimana cahayanya membangkitkan jiwa banyak orang untuk beraktifitas di pagi hari, dan dapat mengawali hari dengan menyebarkan semangat kebaikan”

Air matapun terlihat menetes dari mata Ayahmu, tentunya tidak ada yang salah dengan itu, Nak. Sama sekali tidak ada yang salah. Maka meskipun engkau seorang laki-laki, bukan berarti kamu tidak boleh menangis. Jika kamu ingin menangis, maka tak usah ditahan. Setidaknya itu pertanda bahwa hatimu masih terbuka untuk menerima hidayah, dan setidaknya itu pertanda bahwa hatimu tidak keras dan membatu. Dan tangisan Ayahmu kali itu adalah sebuah tangisan yang tulus dari seorang Ayah yang sangat tulus mencintai Bunda dan Kamu, Ayahmu sangat berharap kalau kamu kelak bisa menjadi seperti matahari terbit, yang semangat cahayanya bisa membangkitkan jiwa-jiwa yang masih payah untuk mulai berusaha, yang sengatan cahayanya bisa meneguhkan hati yang masih malas untuk melangkah dalam kebaikan, jadilah matahari terbit, jadilah anak Ayah dan Bunda yang sholeh, jadilah hamba Allah yang tho’at menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, jadilah manusia yang bermanfaat bagi orang banyak.

Do’a Bunda insyaallah tidak akan putus untuk mendo’akan kebaikan bagimu, Nak.

Jadilah Seperti Matahari
Terbitnya... membangkitkan semangat banyak orang untuk beraktifitas
Tingginya... disegani banyak orang dan ketika melihatnya maka semua orang menunduk hormat.
Tenggelamnya... menyisakan sebuah keindahan yang mengagumkan yang akan membekas di hati setiap orang selamanya.

Bersambung...

Beberapa hari berlalu dan
Beberapa hari tak terlupakan
Kita tak bisa memilih alasan mengapa
Tapi kita bisa memilih apa yang harus dilakukan mulai hari berikutnya
Jadi dengan harapan, dengan tekad itu
Mari kita buat hari esok lebih bersinar dan lebih baik

― Kemarin malam berubah menjadi cahaya― Esok malam kembali ke cahaya― Jadilah cahaya

(One Ok Rock - Be The Light Lirik Terjemahan) 



0 comments:

Post a Comment

 
Rumah Untuk Amaltea Blogger Template by Ipietoon Blogger Template