Saturday, July 26, 2014

Far... Above The Milky Way: Mengorbit (2)

19 September 2008 

      Bintang itu tak pernah menghilang, hanya pandangan kitalah yang sering kali tertutup atau terhalang oleh sesuatu, sehingga seringkali kita tidak melihat cahaya bintang itu dengan utuh. Dan aku akan sabar untuk terus berlari.. mencari tempat agar dapat melihat keindahan tersebut dengan utuh.




     Malam ini entah kenapa tubuhku rasanya sangat lelah, sejak tadi siang tubuhku belum beristirahat sama sekali setelah terpaksa harus menemani Tea untuk mengerjakan tugas di rumahnya bersama teman-temannya. Ia mengetahui kalau aku pandai dalam hal membuat kerajinan tangan, dan ia akhirnya meminta bantuanku untuk membuat sebuah kompor dari cetakan gips untuk digunakan membuat kompor listrik. Aku membawa sebuah cetakan sederhana dari rumah dan sampai pada akhirnya aku berhasil membuat 4 buah kompor dengan cetakan gips tersebut. Disela-sela membuat kompor aku banyak bercerita dengan Tea tentang kehidupanku, keluarga dan tentang banyak hal. Begitupun Tea yang juga banyak bercerita tentang dirinya juga tentang kematian ibunya dua tahun yang lalu.


      “Yang sabar ya Tea, rasulullah juga kehilangan ibunya kok malah pas umurnya masih kecil banget”

      “Iya Ris, sebenernya tujuanku ngambil jurusan elektro itu ya.. dulu aku pernah janji ama ibuku sebelum ia meninggal, aku pengen nyiptain sebuah alat untuk nyembuhin penyakit ibuku”

      “Emang penyakit ibumu apa?”

      “Kanker Otak”

    “Sabar ya Tea, Aku yakin ibumu tidak benar-benar menghilang, ia hanya berpindah tempat. Kini ia berada jauh diatas sana.. jauh diatas galaksi bima sakti. Berada diantara ribuan gugusan bintang yang indah. Menghiasi malam yang hitam dan kelam dengan cahayanya yang indah. Sebuah cahaya indah.. berwarna kemerahan. "


     Suasana seketika berubah menjadi hening, tak pernah kusangka dibalik topeng ketegaran dan keceriaan yang dipakainya setiap hari terdapat kesedihan yang amat sangat dibaliknya. Aku dengan teman Tea yang lain pun berusaha menghiburnya dengan berbagai cara. Kami juga sholat Maghrib dan Isya berjamaah di sebuah masjid yang ada di dekat rumahnya. Sampai akhrinya matahari mulai nampak redup dan berganti dengan cahaya bulan, aku memutuskan berpamitan padanya untuk pulang.

     Sesampainya di rumah aku memutuskan untuk langsung naik ke lantai 2 rumahku untuk berbaring dan bersantai sembari memandangi langit. Lantai 2 rumahku adalah bangunan yang belum terselesaikan: dengan dinding yang belum berdiri utuh, batu-bata yang berserakan dan juga atap yang belum dipasang. Aku biasa membawa sebuah kasur lipat untuk kugunakan berbaring di lantai atas, memandangi langit malam yang indah, melihat barisan bintang-bintang yang berjajar rapi menghiasi langit yang gelap. Namun perhatianku hanya tertuju pada sebuah bintang, bintang yang berwarna kemerahan yang terlihat terang dari bintang-bintang yang lain, bintang tersebut letaknya agak jauh dari kumpulan bintang-bintang yang lain, meski begitu ia seakan tak pernah terlihat sedih dan kehabisan tenaga untuk menghiasi langit dunia. Lalu dalam sunyinya malam, akupun teringat dengan sebuah bait dalam salah satu lagu yang pernah kudengar:

Hello, little star  Are you doing fine? 

I'm lonely as everything in birth 

Sometimes in the dark 

When I close my eyes 

I dream of you, the planet earth 


If I could fly across this night 

Faster than the speed of light 

I would spread these wings of mine 

Through the years and far away 

Far beyond the milky way 

See the shine that never blinks 
   
The shine that never fades 

(Through The Years and Far Away – A.I Miyoko)

     Hingga pada akhirnya sebelum mataku benar-benar terpejam, aku melihat wajahnya muncul di dekat bintang berwarna kemerahan tersebut.

***

0 comments:

Post a Comment

 
Rumah Untuk Amaltea Blogger Template by Ipietoon Blogger Template